Kupersembahkan Puisi untuk Anak-anakku PUISI-PUISI YANG LAHIR DARI JIWA
BLOGGER TEMPLATES AND TWITTER BACKGROUNDS

Tuesday, March 9, 2010

SATU GELAS TEH DI DEPANKU

Pagi ini ktika aku nulis puisi
depanku ada tersuguh satu gelas teh manis panas
mengepulkan kebencianku pada musuh-musuhku
yang membunuhi satu persatu
tanpa mencari keterangan terlebih dahulu
satu persatu tumbang
tanpa ninggalkan keterangan
siapa dan siapa yang terbunuh: orang asing yang tidak kita kenal
atau siapa?
tanda tanya dan ada apa.
mengapa harus dibunuh
bukankah lebih berharga jika ditangkap hidup
ditanya siapa atau mengapa
yang penting adalah siapa: sebab kita tidak tahu siapa.
Kita curiga?

Depanku ada segelas teh panas mengepul
nunggu kusruput
tapi aku terganggu
oleh siapa?


Sukoharjo, 9 Maret 2010

Sunday, February 21, 2010

NEGERI PARA BEGUNDAL

Aku hidup di negeri para bedundal
begundal-begundal yang sok suka bermoral
bermuka manis menyimpan seribu muslihat
senyum berkembang merengkuh maksiyat

aku hidup bersama di negeri para begundal
mengeruk harta rakyat atas nama kemakmuran
menggerus tanah warga atas nama keadilan


Friday, February 12, 2010

Aku dan Waktu

aku takkan lagi menunggu
sebab waktu kan terus berlalu
kan kubiarkan angin selatan membawamu
menjauh semakin menjauh dariku
membawa keceriaan dan keriaanku
di antara bulir rambutmu
yang selalu mengikat hatiku.

Sekarang nyanyi apa lagi
setelah tembang sore beringsut dan memagut
sepi menggayut
di antara rongga jantung ini.
Esok mungkin tak ada lagi nyanyi
juga mentari
juga sesiapa yang merindu
di antara dua hati.

Wednesday, August 12, 2009

Hanya Satu Bunga
Kepada Mas Willy

Hanya satu bunga seroja yang ‘kan kuletakkan di pusaramu
Hanya satu
Karna kamu tidak membutuhkan lebih
Karna dunia hanya membutuhkanmu
Tidak lebih.

Hanya satu rekuim doa yang kan kuguratkan di pusaramu
Rekuim satu: serenada biru
Karna hanya satu yang ada dalam ingatanmu
Karna hanya serenada biru
Tak lebih dari itu.

Meski engkau sudah terbujur kaku
Rohmu melayang bak rajawali
Membelah angkasa, seperti yang sering engkau ajarkan kepadaku
Lewat tawa
Canda
Diskusi
Olok-olok dan
Puisi-puisimu.

Tak ada alasan untuk tidak mengenangmu
Sebab engkau adalah bianglala
Sebab engkau adalah alternatif jawaban semesta
Sebab engkau adalah bunga
Satu-satunya bunga
Yang bermekahan di khazanah Indonesia.

Meski hari-hari terlewat dengan berat
Engkau tetap rajawali
Meski engkau dalam jeruji besi
Engkau tetaplah rajawali
Yang kan terus mengangkasa
Mengawasi setiap kesengsaraan kanak-kanak tanpa pendidikan
Pembelajaran yang tak pernah menyentuh akar kebutuhan
Dan teori-teori kapitalisme yang diimpor dari barat
Yang menjerembabkan rakyat
Dalam kemelaratan yang sangat panjang.

Kita harus turun ke lapangan, katamu suatu hari
Merasakan denyut nadi kehidupan rakyat
Melihat sendiri bagaimana rakyat bekerja memenuhi hidupnya.
Maling harus juga dikasihi, katamu pula
senapan jangan dilawan dengan pedang
tapi lawanlah dengan kasih sayang.

Sekarang, di bumi yang melahirkanmu,
Engkau direbahkan penuh damai
Seribu malaikat dengan sayap-sayapnya putih
Membawamu menghadap Illahi Robbi.
Selamat jalan, mas Willy,
Engkau tetaplah bunga seroja di hati kami.

Wisnu Sujianto
PPMI Assalaam, Sukoharjo, 7 Agustus 2009


Saturday, August 8, 2009

Selamat Jalan, selamat menemu Tuhan
Hanya Satu Bunga
Kepada Mas Willy

Hanya satu bunga seroja yang ‘kan kuletakkan di pusaramu
Hanya satu
Karna kamu tidak membutuhkan lebih
Karna dunia hanya membutuhkanmu
Tidak lebih.

Hanya satu rekuim doa yang kan kuguratkan di pusaramu
Rekuim satu: serenada biru
Karna hanya satu yang ada dalam ingatanmu
Karna hanya serenada biru
Tak lebih dari itu.

Meski engkau sudah terbujur kaku
Rohmu melayang bak rajawali
Membelah angkasa, seperti yang sering engkau ajarkan kepadaku
Lewat tawa
Canda
Diskusi
Olok-olok dan
Puisi-puisimu.

Tak ada alasan untuk tidak mengenangmu
Sebab engkau adalah bianglala
Sebab engkau adalah alternatif jawaban semesta
Sebab engkau adalah bunga
Satu-satunya bunga
Yang bermekahan di khazanah Indonesia.

Meski hari-hari terlewat dengan berat
Engkau tetap rajawali
Meski engkau dalam jeruji besi
Engkau tetaplah rajawali
Yang kan terus mengangkasa
Mengawasi setiap kesengsaraan kanak-kanak tanpa pendidikan
Pembelajaran yang tak pernah menyentuh akar kebutuhan
Dan teori-teori kapitalisme yang diimpor dari barat
Yang menjerembabkan rakyat
Dalam kemelaratan yang sangat panjang.

Kita harus turun ke lapangan, katamu suatu hari
Merasakan denyut nadi kehidupan rakyat
Melihat sendiri bagaimana rakyat bekerja memenuhi hidupnya.
Maling harus juga dikasihi, katamu pula
senapan jangan dilawan dengan pedang
tapi lawanlah dengan kasih sayang.

Sekarang, di bumi yang melahirkanmu,
Engkau direbahkan penuh damai
Seribu malaikat dengan sayap-sayapnya putih
Membawamu menghadap Illahi Robbi.
Selamat jalan, mas Willy,
Engkau tetaplah bunga seroja di hati kami.

Wisnu Sujianto
PPMI Assalaam, Sukoharjo, 7 Agustus 2009

Friday, August 7, 2009

Hanya Satu Bunga
Hanya Satu Bunga
Kepada Mas Willy

Hanya satu bunga seroja yang ‘kan kuletakkan di pusaramu
Hanya satu
Karna kamu tidak membutuhkan lebih
Karna dunia hanya membutuhkanmu
Tidak lebih.

Hanya satu rekuim doa yang kan kuguratkan di pusaramu
Rekuim satu: serenada biru
Karna hanya satu yang ada dalam ingatanmu
Karna hanya serenada biru
Tak lebih dari itu.

Meski engkau sudah terbujur kaku
Rohmu melayang bak rajawali
Membelah angkasa, seperti yang sering engkau ajarkan kepadaku
Lewat tawa
Canda
Diskusi
Olok-olok dan
Puisi-puisimu.

Tak ada alasan untuk tidak mengenangmu
Sebab engkau adalah bianglala
Sebab engkau adalah alternatif jawaban semesta
Sebab engkau adalah bunga
Satu-satunya bunga
Yang bermekahan di khazanah Indonesia.

Meski hari-hari terlewat dengan berat
Engkau tetap rajawali
Meski engkau dalam jeruji besi
Engkau tetaplah rajawali
Yang kan terus mengangkasa
Mengawasi setiap kesengsaraan kanak-kanak tanpa pendidikan
Pembelajaran yang tak pernah menyentuh akar kebutuhan
Dan teori-teori kapitalisme yang diimpor dari barat
Yang menjerembabkan rakyat
Dalam kemelaratan yang sangat panjang.

Kita harus turun ke lapangan, katamu suatu hari
Merasakan denyut nadi kehidupan rakyat
Melihat sendiri bagaimana rakyat bekerja memenuhi hidupnya.
Maling harus juga dikasihi, katamu pula
senapan jangan dilawan dengan pedang
tapi lawanlah dengan kasih sayang.

Sekarang, di bumi yang melahirkanmu,
Engkau direbahkan penuh damai
Seribu malaikat dengan sayap-sayapnya putih
Membawamu menghadap Illahi Robbi.
Selamat jalan, mas Willy,
Engkau tetaplah bunga seroja di hati kami.

Wisnu Sujianto
PPMI Assalaam, Sukoharjo, 7 Agustus 2009

Monday, July 27, 2009

Setelah penat berpikir tentangmu
setelah penat berpikir tentangmu
dari sudut pikirku
selalu saja aku merasa kurang memahamimu
atau memang sudah seharusnya begitu
sehingga tercipta jarak antara ku dan mu.

hingga sekarang dan dari sejak dulu
aku selalu mencoba apa pun yang aku bisa
namun selalu sia-sia, entah mengapa ....
kamu selalu kembali seperti sediakala
tak pernah mau mengenalku